RUMUSAN HUKUM KAMAR AGAMA TAHUN 2015 (SEMA NOMOR 03 TAHUN 2015)
Rapat Pleno Kamar Agama Mahkamah Agung RI yang diselenggarakan pada Tanggal 9-11 Desember 2015 di Hotel Mercure Jakarta, diikuti para Hakim Agung dan Panitera Pengganti Kamar Agama, telah menghasilkan kesepakaan sebagai berikut:
1. Permohonan peninjauan kembali yang tidak memenuhi ketentuan formil, maka bunyi amarnya “Menyatakan permohonan peninjauan kembali tidak dapat diterima;
2. Perkara kumulasi antara persoon recht dan zaken recht dapat diajukan bersama-sama atau setelah terjadi perceraian, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 66 ayat (5]yo. Pasal 86 ayat (1] Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.
3. Pemeriksaan secara verstek terhadap perkara perceraian tetap harus melalui proses pembuktian (Pasal 22 ayat (2} Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), sedangkan pemeriksaan perkara selain perceraian harus menunjukkan adanya alas hak dan tidak melawan hukum (Pasal 125 HIR/Pasal 149 RBg),
4. Dalam perkara permohonan peninjauan kembali dengan alasan telah ditemukan bukti baru (novum), maka yang disumpah adalah pihak yang mengajukan permohonan peninjauan kembali atau yang menemukan novum.
5. Alasan/ risalah peninjauan kembali harus diserahkan pada tanggal yang sama dengan pendaftaran permohonan peninjauan kembali dipengadilan pengaju sesuai dengan ketentuan Pasal 71 ayat (1] Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009.
6. Putusan Pengadilan Agama yang tidak menempuh proses mediasi yang dimintakan banding dinyatakan batal demi hukum oleh Pengadilan Tinggi Agama sebagai putusan akhir.
7. Penyelesaian perkara perceraian dengan alasan syiqaq menurut Pasal 76 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, sejak awal diajukan gugatan harus berdasarkan alasan syiqaq. Oleh karena itu keluarga wajib dijadikan saksi di bawah sumpah.
8. Perkawinan bagi Warga Negara Indonesia di luar negeri yang tidak didaftarkan setelah kembali ke Indonesia lebih dari satu tahun, maka dapat diajukan itsbat nikah ke PengadiJan Agama yang mewilayahi tempat tinggal Pemohon.
9. Menurut hasil Rakernas 2010 di Balikpapan telah dirumuskan bahwa waris pengganti hanya sampai dengan derajat cucu, jika pewaris tidak mempunyai anak tetapi punya saudara kandung yang meninggal lebih dahulu, maka anak laki-laki dari saudara kandung sebagai ahli waris, sedangkan anak perempuan dari saudara kandung diberikan bagian dengan wasiat wajibah.
10. Penetapan hak hadhanah sepanjang tidak diajukan dalam gugatan/permohonan, maka Hakim tidak boleh menentukan secara ex officio siapa pengasuh anak tersebut.
11. Nafkah anak merupakan kewajiban orang tua, tetapi amar putusan yang digantungkan pada harta yang akan ada sebagai jaminan atas kelalaian pembayaran nafkah anak tersebut tidak dibenarkan.
12. Dalam amar putusan cerai talak, tidak perlu menambahkan kalimat “Memerintahkan Pemohon untuk membayar atau melunasi beban akibat cerai sesaat sebelum atau sesudah pengucapan Ikrar talak”, karena menimbulkan eksekusi premature.
13. Pengukuran terhadap obyek pemeriksaan setempat (descente) berupa tanah tidak harus dilakukan oleh petugas dari Kantor Badan Pertanahan Nasional, akan tetapi dapat dilakukan oleh pegawai pengadilan agama bersama aparat desa/kelurahan setempat.
14. Amar mengenai pembebanan nafkah anak hendaknya diikuti dengan penambahan 10% sampai dengan 20% per tahun dari jumlah yang ditetapkan, di luar biaya pendidikan dan kesehatan.